SMPN 1 JATISARI KAB. KARAWANG

Jumat, 11 Maret 2011


VISI  SMP NEGERI 1 JATISARI

BERJIWA RELIGIUS, PROFESIONAL, UNGGUL DALAM PRESTASI AKADEMIK DAN NON AKADEMIK


ADAPUN YANG MENJADI INDIKATOR VISI TERSEBUT ADALAH :
1.    UNGGUL DALAM KEAGAMAAN
2.    UNGGUL DALAM PRESTASI OLAH RAGA DAN KESENIAN
3.    UNGGUL DALAM PRESTASI TEKNOLOGI DAN INFORMASI
4.    UNGGUL DALAM MIPA
5.    MEMILIKI LINGKUNGAN SEKOLAH YANG NYAMAN DAN KONDUSIF UNTUK BELAJAR


MISI SMP NEGERI 1 JATISARI

UNTUK MENCAPAI MISI SMP NEGERI 1 JATISARI BERUPAYA :
1.  MENUMBUHKAN PENGHAYATAN TERHADAP AJARAN AGAMA ISLAM DAN MENUMBUHKAN KESADARAN UNTUK MENTAATI PERATURAN DAN BUDAYA YANG BERLAKU SEHINGGA MENJADI SUMBER KEARIFAN DALAM BERTINDAK

2.    MEMBERDAYAKAN FUNGSI KELEMBAGAAN SEBAGAI WADAH PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG PROFESIONAL

3.    MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN DAN BIMBINGAN SECARA EFEKTIF SEHINGGA SETIAP SISWA MAMPU BERKEMBANG SECARA OPTIMAL SESUAI DENGAN KEMAMPUAN YANG DIMILIKINYA

4.   MENGEMBANGKAN WAWASAN KEUNGGULAN SEKOLAH, BERUPAYA PEMBERIAN BIMBINGAN DAN PENGAYAAN PEMBELAJARAN PADA SISWA YANG BERPRESTASI

5.   MENGEMBANGKAN POLA PIKIR KREATIF DAN INOVATIF SESUAI DENGAN TANTANGAN JAMAN

Rabu, 09 Maret 2011

MEMUPUK KREATIFITAS GURU DAN SISWA DI AREAL LESSON STUDY


Oleh : DERI RUDIANA, SPd
(Guru SMPN 1 Jatisari, Karawang ?

Pada dasarnya setiap siswa adalah mutiara. Akan tetapi mutiara tersebut entah dimana kini sedang berada. Tersembunyi dibalik meja guru yang malas mengajarkah ? atau mungkin tetap kusam karena tak pernah tersentuh dengan pembelajaran yang kreatif ? mungkin juga terpinggirkan oleh sisi negatif dari kemajuan teknologi saat ini ?. Yang jelas di negeri yang kita cintai ini guru, orang tua, masyarakat, dan pemerintah sangat mendambakan lahirnya mutiara-mutiara nan kemilau dari ruang-ruang kelas yang berlogo tut wuri handayani itu. Andai saja setiap guru mampu menggosoknya maka akan lahir beribu bahkan berjuta mutiara yang dikagumi dan dibutuhkan banyak orang. Menggosok daya pikir siswa, mengasah wawasan siswa adalah sebuah pekerjaan mulia sekaligus tantangan bagi seorang guru yang berani bermimpi dan menaruh mimpinya    tinggi-tingi dan berusaha keras untuk mewujudkan mimpi tersebut. Dan hanya guru yang ulet dan kreatiflah yang mampu melakukannya, sebab guru seperti ini selalu mengembangkan prinsip kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas.

Siswa yang kreatif tentunya lebih besar peluangnya untuk dilahirkan dari guru yang kreatif pula. Seorang guru disebut kreatif tentunya memiliki sikap yang kreatif, menurut Dr. Suyatno, MPd dalam bukunya  “ Menjelajah pembelajaran inovatif” menyebutkan bahwa sikap kreatif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
1.    Keterbukaan terhadap pengalaman baru
2.    Kebebasan dalam berpikir
3.    Kebebasan dalam ungkapan diri
4.    Menghargai fantasi
5.    Minat terhadap kegiatan kreatif
6.    Kepercayaan terhadap gagasan sendiri
7.    Kemandirian dalam memberikan pertimbangan sendiri

Celakanya guru yang memliki sikap seperti ini sangatlah sedikit jumlahnya di negeri tercinta ini, guru banyak yang mengaku kesulitan untuk mengembangkan kreatifitas dalam melakukan kegiatan belajar mengajarnya, tentunya dengan alasan yang beragam. Lingkungan tempat mengajar yang tak kondusif, rekan-rekan guru lain juga pasif, tak ada dukungan dari teman sejawat dan pimpinan sekolah, memerlukan waktu yang banyak adalah segelintir alasan yang dikemukan oleh para guru ketika ditanya : “mengapa tidak berusaha lebih kreatif dalam mengajar ?”. Mungkin jika anda seorang guru dan sedang membaca tulisan ini memiliki alasan yang sama dengan yang dikemukan tadi.  Akan tetapi jika tidak mulai hari ini untuk mencoba melakukan pembelajran yang kreatif, mau kapan lagi ?

Saya termasuk orang yang percaya bahwa dengan menerapkan pembelajaran kreatif (creative teaching) akan melahirkan berbagai model pembelajaran inovatif dan tentunya akan meningkatkan kualitas proses pembelajaran sekaligus mendongkrak hasil pembelajaran yang pada akhirnya akan melambungkan mutu pendidikan kita saat ini yang sedang terpuruk.
Marilah kita tengok Indeks Pembangunan Manusia di dunia untuk negara kita, di level Asia Tenggara saja masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga.


INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI DUNIA
UNTUK NEGARA ASEAN
(Sumber: UNDP – Human Development Report 2005)
COUNTRY
HDI RANK
            SINGAPORE
25
            BRUNEI DARUSSALAM
33
            MALAYSIA
61
            THAILAND
73
            PHILIPPINES
84
            VIETNAM
108
             INDONESIA
110


Dari tabel di atas terlihat bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negara kita menempati ranking 110 di dunia. IPM yang rendah menunjukan mutu pendidikan yang rendah dan sebaliknya. Apa yang sebenarnya terjadi dalam dunia pendidikan kita saat ini sehingga berdampak pada IPM yang sangat rendah ?

Metode mengajar tradisional dituding salah satu biang keladinya. Kegiatan mengajar dalam pola pembelajaran tradisional lebih sering diarahkan pada “aliran informasi” dari guru ke siswa. Sehingga pembelajaran terjadi hanya satu arah (dari guru ke siswa). Hal ini memposisikan seorang  guru menjadi seorang “ tukang khotbah”. Belajar-mengajar dapat diibaratkan seperti menuangkan air dari ceret kedalam gelas kosong. Otak siswa sebagai gelas kosong dan ceret berisi air sebagai lambang otak guru. Hal ini membuat siswa bosan dalam kegiatan belajar mengajar, jenuh, tidak menarik, perhatiannya berkurang, motivasi rendah, mengantuk sehingga tujuan belajar tidak tercapai dengan baik, Inilah mungkin yang disebut “kesalahan paradigma mengajar”. Alhasil pengembangan pembelajaran yang kita harus lakukan yaitu pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) tidak berkembang sebagaimana mestinya.

Disisi lain guru malas untuk memfasilitasi sarana pendukung untuk siswa, guru malas untuk membeli buku sumber yang up to date. Sumber belajar yang digunakan hanya itu dari tahun ke tahun. Masih ada sebagian guru yang bilang bahwa “buat apa beli buku sumber yang lain, toh siswanya juga tidak ada yang mau bertanya ketika KBM berlangsung. Kalau begini ‘kan tidak ada tantangan ?. Jadi buat apa harus beli buku sumber lain ?”. Padahal siswa yang pasif merupakan tantangan bagi para guru dalam upayanya untuk menghidupkan pembelajaran di kelas sehinggga tidak terjadi pembelajaran satu arah (teacher centered). Melaksanakan praktikumpun terkadang guru merasa sudah cukup dengan alat-alat yang ada di laboratorium, dan kalau alat tidak ada atau kurang memadai guru enggan untuk melakukan praktikum. Padahal praktikum merupakan wahana pengembangan intelektual bagi siswa secara kontekstual. Praktikum juga merupakan ajang pembinaan untuk menciptakan saintis-saintis muda.

Dilain pihak kemajuan teknologi informasi membuat siswa lebih asyik menikmati fasilitas internet yang memang saat ini berkembang sangat cepat, sayangnya siswa kita masih banyak memanfaatkan internet bukan digunakan untuk mencari sumber belajar dan memperdalam wawasan keilmuan. Akan tetapi mereka lebih senang buka facebook ketimbang mencari ilmu pengetahuan yang dapat mendukung prestasi belajarnya. Padahal di facebook mereka kebanyakan hanya menulis status yang kurang bermanfaat, curhat sesama teman ataupun mengikuti game online yang ditawarkan. Sehingga waktu belajar banyak tersita oleh hal-hal yang membuat mereka menjadi malas belajar. Memang tidak salah seandainya hal tersebut mereka lakukan sebagai pengisi diwaktu senggang atau dapat membagi waktu secara seimbang antara bermain via internet dengan jam belajarnya atau dipakai untuk menambah wawasan mereka. Media televisi juga rasanya kurang begitu arif dalam menayangkan program-programnya. Hanya sedikit program acara TV yang menayangkan program yang bersifat positip-edukatif. Bahkan di beberapa tayangan sinetron yang mengusung tema dunia remaja, terkadang tokoh yang dianggap sebagai siswa yang baik ditampilkan dengan gaya pakaian seragan sekolah yang tidak baik. Bukankah di sekolah itu siswa diwajibkan memasukan baju seragam ke dalam rok untuk siswa wanita dan celana untuk siswa laki-laki ? bukankah siswa selama di sekolah itu harus bernampilan rapi dan tidak berambut panjang ? akan tetapi di sinetron-sinetron televisi hal tersebut sering terlihat dan diperankan oleh si tokoh yang konon memiliki watak baik. Yang lebih menyedihkan ada sinetron yang settingnya siswa SD akan tetapi  dalam cerita tersebut dimunculkan si siswa SD tersebut sudah mulai menjalin cinta berpacaran dengan teman gadis kecilnya. Memang kenyataan itu ada, tetapi kalau di ekspos di media elektronik seperti televisi dalam bentuk cerita dan ditonton para siswa akan berakibat buruk bagi dunia pendidikan kita dan semakin menjauhkan siswa dari kreatifitas.

Dari fenomena yang telah dipaparkan di atas ada beberapa hal yang penulis anggap dapat  dijadikan solusi untuk memupuk kreatifitas guru dan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar, diantaranya adalah dengan mengembangkan suatu model Pembinanaan guru yang bernama Lesson Study.

Lesson Study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip=prinsip kolegalitas dan mutual learning (saling belajar) untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study memiliki 7 kata kunci yaitu pembinaan profesi, pengkajian pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan,kolegalitas dan mutual learning (saling belajar) dan komunitas belajar.

Dalam lesson study pembelajaran di rancang agar dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada siswa (Student centered) supaya siswa dapat berpartisifasi aktif dalam proses belajar mengajar. Perencanaan pembelajaran dilakukan secara bersama, guru-guru berkolaborasi untuk memperkaya ide. Hal ini dilakukan dengan menganalisis berbagai masalah yang muncul dalam pembelajaran. Permasalahan seperti materi pembelajaran, bagaimana menjelaskan suatu konsep, metode yang tepat yang akan digunakan dalam pembelajaran dikaji secara secara bersama-sama sehingga ditemukan solusinya. Jadi guru tidak bekerja sendirian seperti selama ini dalam mengajar dengan pola tradisional. Kegiatan ini disebut “Plan” (Perencanaan). Tahap berikutnya adalah “Do”, yaitu implementasi dari Plan (perencanaan). Pada tahap ini seorang guru yang telah disepakati, tampil untuk melaksanakan pembelajaran yang telah dirancang. Kegiatan ini dilakukan untuk mengujicoba efektifitas model pembelajaran yang telah dirancang secara bersama-sama pada tahap Plan (perencanaan). Sementara guru-guru lain bertindak sebagai observer (pengamat) proses pembelajaran. Masing-masing pengamat mencatat hasil pengamatan masing-masing dalam lembar observasi. Pengamat juga dapat melakukan pendokumentasian atau perekaman kegiatan pembelajaran melalui video kamera atau foto digital untuk keperluan study lebih lanjut tetapi pengamat jangan sampai menggangu siswa selama KBM berlangsung. Guru-guru yang bertindak sebagai observer (pengamat) selain bekerja untuk mengunpulkan informasi juga untuk belajar dari pembelajaran yang disampaikan guru dan bukan untuk menilai guru yang sedang melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya tahap ke-3 dari leson study adalah See (refleksi), Setelah pembelajaran berakhir dilakukan diskusi, menyampaikan kesan-kesan selama pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan refleksi ini para observer menyampaikan komentar dan pengalaman berharga (lesson learnt) dari pembelajaran yang telah dilakukan, yang paling utama adalah yang berkenaan dengan aktifitas siswa selama proses pembelajaran. Guru yang melaksanakan pembelajaran menerima masukan dari rekan-rekan guru pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari para pengamat tadi maka dirancang kembali pembelajaran berikutnya. Artinya lesson study dilaksankan secara bersiklus (berkelajutan) untuk terus memperbaiki pembelajaran berikutnya.
Dalam lesson study gaya mengajar guru yang sifatnya satu arah tidak pernah muncul sebab siswa dituntut berkolaboratif dan berkoopertif dimana guru harus berusaha memfasilitasi siswa selama kegiatan  pembelajaran. Kegiatan siswa bersifat kontekstual, siswa melakukan presentasi dari apa yang dipelajari hari itu. Setting tempat duduk diatur sedemikaian rupa sehingga memungkinkan siswa belajar dengan nyaman dan berkoopratif dengan baik. Kelompok belajar siswa di kelas diatur dengan memperhatikan gender dan kemampuan mereka sehingga kemampuan siswa setiap kelompok lebih merata. Guru bukan hanya diam  di meja atau melakukan ceramah akan tetapi di lesson study guru melakukan pembimbingan pada siswa yang mengalami kesulitan. Sarana yang tidak ada atau kurang memadai di laboratoriun diantisifasi dengan penggunaa material lokal. Bahan yang ada dilingkungan sekitar dimanfaatkan untuk kegiatan belajar dengan demikian guru dituntut kreatifitasnya dan siswa pun difasilitasi sarana belajarnya sebaik mungkin. Dalam lesson study 4 kompetensi guru dapat dibina sekaligus supaya meningkat kompetensinya.

Lesson Study dan hubungannya dengan Kompetensi guru

Sebuah catatan bahwa Lesson study dapat pula dikembangkan dengan baik di setiap sekolah melalui wadah MGMP-Sekolah (MGMP bebasis sekolah) sehingga muncul berbagai komunitas belajar yang diinginkan sesuai dengan prinsip-prinsip lesson study, dengan demikian benih kreatifitas guru dapat ditanamkan dan dipupuk dengan subur di areal Lesson Study berbasis sekolah. Jika demikian halnya tentunya bukan suatu hal yang tidak mungkin bahwa mimpi untuk melahirkan siswa-siswa yang kreatif dari ruang-ruang kelas berlogo tut wuri handayani tersebut akan menjadi sebuah kenyataan. Semoga...